telah sepakat kita membakar ubi
membangun unggun
satu per satu
kau seranting aku sekayu
terbayang
kayu rapih tertata
rapat runcing sudut menepat purnama
ubi yang selalu tumbuh
mencabut pohonnya bak menyunting kata
daun menipas tergoyang
lambaikan kepasrahan
lalu
ada batang patah retak koyak berderak
berdarah getah
ranting dan kayu unggun terakhir
punya cerita
tergesa cemaskan purnama kan usai
kau cabut serabutan ranting berduri
kupikul kayu patahkan bahu
maka
anggun unggun siap diapikan
dengan berminyakkan
darahmu dan peluh airmataku
disisa-sisa tenaga
kita gotong berdua ubi kecil ini
dekatkan harapan kan pesta
ubi bakar
hitam pahit di luar
putih berserabut di dalam
lalu tangis kita memecah sunyi
saat menyadari
korek api
tertinggal di pasar raya kota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar