kekasih,
tahukah kamu aku berkelebat di seputarmu
dengarkah kamu aku berteriak di kedua telingamu
merasakah kamu aku meremas kuat kedua lenganmu
kekasih,
apa aku keliru
hingga kau tetap saja membatu seperti patung
aku sepuluh centimeter dari hidungmu,
tetapi kau menunjuk-nunjuk jauh dan berteriak
aku disana sedang menyakitimu
bertahun-tahun seperti itu
komunikasi yang tidak rapi
bahasa yang tidak dimengerti
saling salah menanggapi
kau marah ketika aku sampaikan cinta
aku marah ketika kau nyatakan sayang
dan orang-orang yang kau tunjuk-tunjuk itu menggerutu
saat aku selalu saja lupa membawa budaya kita yang keliru
kepada mereka
kekasihku,
mengapa kita tidak berbicara sederhana saja
dengan satu bahasa
dengan kata-kata
pelan-pelan saja
dan saling runcingkan telinga
selayak kita takut anak-anak kan mencuri suara itu
kekasihku,
kita bukan selebriti
yang perpisahannya membawa rejeki
maka
marilah
ayolah
kita mulai lagi belajar bersandaugurau
tertawa ria dan tersenyum
seperti layaknya orang-orang yang kita tunjuk-tunjuk itu
kekasihku,
pertengkaran yang bertahun-tahun ini
sudah membuahkan petaka
lihatlah ibu kita sudah mulai enggan berdoa
dia tengah tertatih-tatih menyiapkan kuburannya sendiri
menyesalkah kita nanti?
apabila jasad ibu dikubur para tetangga
atau bahkan sampai didoakan lalu kita menjadi contoh yang buruk
yang akan diceritakan pada anak cucu mereka
sementara kita saling bersilang pikir
berbeda rasa
kemudian kita lihat bersama-sama
anak-anak kita memeluk kubur neneknya
dengan tulang iganya yang sudah mengering
kekasihku,
tataplah mataku ini
aku tidak ada jauh dibalik sana
aku disini hanya sepuluh centimeter dari hidungmu
(untuk sahabatku yang dirundung rindu sakinah)
slendro belendro tuh apa to
BalasHapustapi bagus puisinya jempol tuk eko
cocoknya jd seniman bukan pegawai..wkwkwk
terimakasih Anna, slendro itu seperangkat gamelan yang berbunyi selayak minor di keyboarmu, lalu blero artinya fals...salam
BalasHapus